SJNews.com, – Lagi dan lagi, tahanan kepolisian meninggal. FNS, seorang tahanan kasus narkotika Polres Metro Jakarta Selatan, jadi korbannya. Kematian FNS terjadi di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta dikutip diNTTPedia.id pada Kamis, 13 Januari 2022 lalu.
Rekan korban yang pernah menjenguk di rumah sakit sempat mendengar korban mengeluh nyeri di sekujur tubuhnya. Ia pun melihat luka di kaki kulit korban yang menimbulkan bercak darah di bagian paha. Korban mengaku kerap dipukuli.
Terkait kematian FNS, Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto membenarkan adanya tahanan di kantornya yang meninggal dunia. Namun pihak Polres menyatakan, sebab kematian FNS karena sakit demam dan tidak nafsu makan.
Penilaian kebutuhan penahanan harus substansial, tidak hanya berbasis ancaman pidana. Mau tak mau KUHAP harus direvisi, kewenangan penahanan di kantor-kantor kepolisian juga harus dihapuskan.
Kedua, kebijakan narkoba yang represif (UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) menjerat seseorang secara pidana dengan sangat mudah. Buktinya, penahanan terbanyak berasal dari implementasi UU ini, korban penyiksaan pun kebanyakan dari kasus konsumsi dan kepemilikan narkotika. Maka, revisi UU yang menjamin dekriminalisasi bagi kepemilikan narkotika untuk konsumsi pribadi yang berpendekatan kesehatan masyarakat alih-alih pidana harus didorong.
Ketiga, minimnya pengawasan yang efektif di tempat-tempat penahanan secara real time. Proses penahanan tersangka/ terdakwa adalah situasi yang timpang, mereka berhadapan langsung dengan kewenangan negara. Harus ada pengawasan yang ekstra dan berlapis, baik internal maupun eksternal, untuk proses ini.
Agar penyiksaan tidak terus berulang, sepatutnya Indonesia segera meratifikasi OPCAT (Protokol Opsional Konvensi Menentang Penyiksaan) guna memperkuat pengawasan dan pemantauan di tempat-tempat penahanan seperti sel tahanan di kantor polisi atau kejaksaan. Untuk sementara, lembaga negara yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI, dan LPSK dapat segera memantau dan mengawasi tempat-tempat tadi.
Atas persoalan mendasar tersebut, ICJR, LBH Masyarakat, dan Rumah Cemara mendesak supaya KuPP segera merespons kejadian ini dengan memantau dan menilai tempat-tempat penahanan serta menginvestigasi kasus kematian FNS. Dari respons tersebut, KuPP bisa merekomendasikan kebijakan kepada Polri agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi.
Di lain pihak, Polri juga harus transparan menyelidiki kasus ini dan memberi sanksi tegas pada anggota yang terbukti melanggar prosedur dan melakukan penyiksaan.
Kami juga mendesak supaya Pemerintah dan DPR RI segera meratifikasi OPCAT untuk memperkuat pengawasan dan pemantauan tempat-tempat penahanan yang potensial menjadi ruang terjadinya penyiksaan.
Terakhir, Pemerintah dan DPR RI harus segera melakukan langkah-langkah konkret untuk merevisi KUHAP dan dan UU Narkotika. Penahanan di kantor polisi harus dilarang dalam KUHAP ke depan pascarevisi, dekriminalisasi kepemilikan narkoba untuk konsumsi pribadi harus disusun dalam revisi UU Narkotika.(**)