JAKARTA, SJNews.com,- Seorang warga Manado, Oldy Arthur Mumu (43), korban dugaan kriminalisasi oknum aparat penegak hukum di daerahnya mendatangi Sekretariat Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) di Jakarta untuk meminta pendampingan hukum mencari keadilan, Sabtu, (19/2/2022).
Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan siap memberikan pendampingan dan pembelaan hukum terhadap Arthur Mumu, yang juga merupakan anggota PPWI Sulut ini.
Sejalan dengan pernyataan Lalengke, pengacara kondang Dolfie Rompas, SH, MH mengatakan bahwa putusan majelis hakim di tingkat banding terhadap kasus kriminalisasi wartawan Arthur Mumu tidak sah dan otomatis dapat dibatalkan demi hukum. “Suatu putusan yang nyata-nyata melanggar KUHAP, tidak sesuai prosedur, maka putusan tersebut cacat formil. Akibatnya, putusan itu dinyatakan tidak sah yang oleh karenanya harus dibatalkan demi hukum,” tegas Rompas, pada 16 Februari 2022 lalu.
KUHAP, tambah Rompas, sudah memberikan ketentuan yang harus dipatuhi pada setiap tahapan proses hukum. Salah satunya adalah pemberian kesempatan kepada setiap orang yang berproses hukum di pengadilan untuk melakukan upaya-upaya hukum di setiap tingkatan peradilan untuk mendapatkan keadilan.
“Nah, ketika Arthur Mumu dihilangkan haknya untuk melakukan upaya banding karena pemberitahuan putusan sangat terlambat, bahkan terkesan tidak diberitahukan terlebih dahulu sebelum dinyatakan inkracht (berkekuatan hukum tetap – red), hal itu berarti ada tahapan hukum yang dilanggar oleh penyenggara peradilan yang mengadili kasus tersebut. Putusan banding atas wartawan Arthur Mumu jelas tidak sah dan harus dibatalkan demi hukum,” tambah pengacara nasional yang cukup terkenal di ibukota ini.
Kedatangannya ke Jakarta, kata Arthur, adalah sebagai bentuk perlawanan atas putusan hakim PN Manado yang menetapkan dirinya bersalah padahal pelapor serta saksi pelapor tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Bahkan, selama proses hukum, sejak dari Polda Sulut hingga di meja peradilan, rekayasa hukum atas kasus ini sangat jelas dan terang-benderang.
“Saya punya rekaman pembicaraan telepon dengan Ridwan Sugianto terkait pernyataan pelapor ini yang telah melakukan negosiasi dengan oknum jaksa dan hakim yang menangani kasus saya ini,” ucapnya.
Oleh karena itu, Arthur sangat berharap PPWI berkenan membantunya. Selain itu, dirinya juga berharap kepada para petinggi Mahkamah Agung di Jakarta dapat memberikan haknya sebagai warga negara yang diperlakukan sama hadapan hukum. “Saya percaya masih ada orang baik di Mahkamah Agung yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan untuk pencari keadilan seperti saya,” sebut Arthur.
Di tempat yang sama, Ujang Kosasih, SH, praktisi hukum dan Advokat pegiat keadilan DPN-PPWI, yang ditunjuk langsung oleh Ketum PPWI menjadi Ketua Team Pembela Wartawan Arthur Mumu, menjelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum. Prinsip ini menjadi asas dalam penerapan hukum, yakni setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama.
“Hal tersebut tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,” tegas Ujang Kosasih, SH.
Selaku penerima kuasa hukum dari Arthur, tambah Ujang Kosasih, timnya berencana akan melakukan upaya hukum untuk korban kriminalisasi itu semaksimal mungkin serta melakukan perlawanan atas dugaan ketidak-beresan dalam penanganan hukum oleh para oknum penegak hukum di Sulawesi Utara.
“Ini industri hukum namanya. Jaksa Agung harus menggunakan kewenangannya dalam proses penuntutan. Bagi lembaga kejaksaan dikenal adanya asas oportunitas atau lebih dikenal dengan istilah deponering yang menjadi tugas dan kewenangan Jaksa Agung, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf (c) UU Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia, yang berbunyi: ‘Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: c. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum’,” ungkapnya.
Lebih jauh Ujang Kosasih menerangkan bahwa aturan hukum berlaku bagi semua orang di tempat hukum tersebut berlaku. Sebaliknya, dari sisi hukum, bisa dilihat bahwa hukum tidak membiarkan dirinya hanya untuk menguntungkan sejumlah pihak tanpa alasan yang sah di muka hukum.
“Jika ada pengecualian yang bersifat penyimpangan dan tidak sesuai dengan koridor hukum, maka hal tersebut mengkhianati konsep hukum,” imbuhnya.
Terkait dengan kasus kriminalisasi wartawan Arthur dan banyak kasus serupa di negara ini, Ujang Kosasih menegaskan bahwa kriminalisasi terhadap wartawan harus dihentikan seperti termaktub dalam Pasal 35 huruf (c) UU Nomor 16 tahun 2004 karena masuk dalam kategori kepentingan umum. “Selain itu, Pasal 50 KUHP juga menegaskan bahwa orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, dalam kasus ini UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, tidak boleh dipidana,” tutup Ujang Kosasi (TEAM/Red)