DEPOK,, SJNews.com,- Benarkah stigma Depok sebagai kota Intoleransi. Soal Depok sebagai kota Intoleransi itu terlihat pada regulasi yang tertuang dalam kebijakan kepala daerah yaitu, Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) demikian disampaikan Iip Fitriyati Sani, MA Peneliti Setara Instituti Penulis Indeks Kota Toleran.
Acara diskusi kebangsaan yang di helat bersama oleh DPC, PIKI (Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia, PGI – S, STT – Skriptura ini dihadiri, dari unsur ketua Demisioner FKUB Kota Depok Habib, Muchsin Alatas, H, Lutfianto, KH, Koladi, Ketum PGI-S Pdt, Romi S, Falid, unsur dari Nahdatul Ulama H, Nasihun Syahroni (MUI Pusat dan Katib Surya PC, NU Kota Depok). Pengurus Ahmadyah, para Pemimpin Gereja serta tokoh lintas Agama kota Depok.

Seminar kebangsaan dengan tema Depok kota Intoleran benarkah dilaksanakan di Gereja GGP Bait El, Jl, Puring, Pancoranmas, Minggu (6/11/22).
Acara diskusi kebangsaan dipandu oleh Miderator Pdt, Jefri Pomantaow, ST Dosen STT, Triptura Kota Depok dengan tiga narasumber, yakni, Iip Fitriaty Sani, MA Peneliti Setara Instituti Penulis Indeks Kota Toleran, Mangaranap Sinaga, SE, MH ketua DPC PIKI kota Depok yang juga Sekum PGI-S kota Depok, Ustad, H, Nasihun Syahroni, S.Sos dari Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI dan Katib Surya PC NU Kota Depok.
Orang kristiani harus berkontribusi untuk kotanya, sebab sejarah Depok sudah ada sejak jamannya Cornelis Castelin sejarahnya tersimpan di Yayasan Lembaga Cornelis Castelin (YLCC) selain itu, Depok merupakan kota penyanggah ibukota Jakarta, jadi semua pergerakan, baik itu aktivitas kepemerintahan, politik, (DPRD Depok) maupun unsur dari yudikatif dapat terdeteksi oleh pusat karena warga Depok dominan ber aktuvitas di Jakarta dan sekitarnya berdomisili di Depok menyebar di setiap kecamatan dan kelurahan, sehibgga jarum jatuh saja bunyinya bisa terdengar hingga ke pusat
Dikesempatan itu, Pdt. Romy Falid mengatakan acara kebangsaan terkait toleransi kerukunan umat beragama ini sangat penting diselenggarakan, katanya.
Sebab kita sebagai bangsa yang ber ideologi Pancasila dan menggunakan Undang – undang Dasar 1945 harus bisa menghormati keragaman ini.
Sepengetahuannya bahwa, Depok itu, sudah dari dulu terjalin kerukunan umat beragama sangat terjaga dan selalu damai, namun belakangan ini juster Depok mulai rentan, cenderung intoleransi, heranya.

FKUB Kora Depok, Habib Mukhsin Alatas mengakuinya bahwa stigma depok kota intoleransi sempat terkuak, padahal FKUB sudah merekomendasikan beberapa persyaratan untuk rumah ibadah di kota Depok.
Selain itu, stigma radikalisme terhadap agama justeru pernyataan itu sangat tendensius, karena kita sebagai lintas unat beragama selalu melakukan perundingan terkait intoleransi juga perlakuan diskrimisatif, kita juga akan meminta kajian ilmiah terhadap komponen masyarakat yang ada di Depok kota terkait intoleransi, hal itu terlepas masalah Ahmadiyah, ungkap Mukhsin Alatas.
Untuk itu lanjut Mukhsin, kita sebagai bangsa Indonesia memiliki jati diri, dan memiliki teologi, sekali pun itu ateis tidak pernah menghina agama lain, maka dari itu kita harus membersihkan diri dari stigma tersebut.
Pdt, Jefri Pomantaow moderator secara intelijen dari institut kristen yang mana telah menemukan, melihat dan mendengar, ada kejanggalan terhadap umat beragama, dari 94 kabupatn / kota se Indonesia Depok di sebut kota yang intoleran, ujarnya.
Mangaranap Sinaga menyampaikan, bahwa di kota Depok banyak pendeta tapi yang siap menjalani aktivitas ke agamaan begitupun tempat ibadah atau Gereja – gereja dengan jemaatnya.
Mengenai perijinan bangunan tempat rumah ibadah yang begitu banyak persyaratan, kendala nya pemenuhan kriteria kriteria yang telah di amanatkan oleh Undang – undang juga peraturan menteri (Permen) meski sudah terpenuhi, hanya kendalanya ada di lapangan yaitu para pejabat Rt/Rw, Lurah dan Camat juga tokoh masyarakat, sebutnya.
Masih kata Mangaranap, soal stigma Depok kota intoleransi ini harus di carikan solusinya tentu dengan kajian – ilmiah, kenapa dan apakah benar ada diskriminasi terhadap umat beragama sehingga terjadi intoleransi.
Sepengetahuannya Depok itu adalah kota tempat kerukunan umat beragama, penduduknya sangat majemuk ” Saya mengadakan kegiatan ini karena sangat tinggi angka diskriminasi dan intoleransi, bukan satu dua saja gereja yang di diskriminasi, jangan disamakan dengan Ahmadyah”, tuturnya.
Ia berharap Pemerintah seharusnya menciptakan pembinaan terhadap tokoh lintas agama hingga ke tingkat Rt/Rw maupun kelurahan dan kecamatan, di kasih arahan wawasan kebangsaan terhadap pejabat di bawah itu, tandas Mangaranap
Berkaitan dengan menyambut hari Natal, pihak FKUB Depok hendaknya jangan melarang untuk menyampaikan ucapan “Selamat Hari Natal”, FKUB adalah forum yang mengayomi umat lintas beragama.
” Toleransi dan diskriminasi itu bisa di komunikasikan dengan baik, karena pada saatnya masalah tersebut akan cair”, papar Mangaranap Sinaga ketua DPC PIKI yang juga sekretaris umum PGI-S Kota Depok
Menurut Iip Fitriyati Sani, MA Peneliti SetaraI Instituti Penulis Indeks Kota Toleran, bahwa indeksnya Kota Depok berada di angka 94 sebagai kota yang intoleran.
Iip Fitriyati Sani juga menjelaskan bahwa bagaimana melakukan kerukunanan umat beragama dan apa saja yang dilakukan oleh pihak yang mempunyai kewenangan dan otoritas terhadap pembinaan terhadap kerukunan umat beragama tersebut, karena masyarakat itu adalah anaknya pemerintah yang perlu diperhatikan. Pada tahun 2021, data dari pemerintah bahwa kota Depok indeks angka terendah dari 58 berada di angka 45.

Iip Fitriyati Ihsani juga mencermati soal Regulasi Pemerintah dan RPJMD tkota Depok, ernasuk pembinaan wawasan kebangsaan (Wasbang) dan Gender, atau keluarga.
Yang ke dua ungkap Iip Fitriaty Ihsani, soal adanya kejadian, termasuk Ahnadyah, bagaimana responsif dari pemerintah Daerah apakah harus ada organisasi sipil atau ornas yang mengatasinya.
Yang ke tiga, adalah soal otoritas pemerintah dalam menghadapi toleransi umat beragama terkait, Demografi hubungan homogen dengan heterogen, karena antar suku juga harus bisa di analisa secara ilmiah.
Adanya pemilihan umum 2024, terhadap kelompok ke agamaan tentunya program kebijakan – kebijakan yang menyejukan, ternasuk sekolah Negri juga harus di perhatikan, jangan hanya sekolah’ swasta saja yang dijadikan sekolah ke agamaan saja.
” Untuk sarana sekolah negri itu harus di buka ruangnya jangan dipersempit untuk belajar, karena siswa di sekolah itu agamany tentu beragam, sehingga diperlukan guru agama. Dinamika kerukunan libtas umat beragama, pemeliharaan nya sangat kurang ternasuk ketahanan keluarga, terangnya
” Kita ini punya cerita soal pemimpin yang menyatukan bangsa dari berbagai suku, budaya dan agama, dan kita ini sepakat tidak mengatakan Intoleransi tetapi yang kita bahas adalah Indeksnya, tentu semuanya itu adalah hasil dari kinerja Walikota Depok terhadap rakyatnya yang sangat majemuk, beragam suku, budaya dan agamanya ini.
dijesempatan itu, Ustd. H, Nasihun Syahroni, kenapa angka intoleransi itu di atas, seharusnya angka tolerannya yang diatas, paparnya
..
Syahroni meng apresiasi FKUB itu sangat luar biasa tempat guyub serta dan sering ber musyawarah tentang kerukunan umat yang berbeda agama di kota Depok, sebentar lagi kita di hadapi dengan tahun politik, pemilu 2024, kedepan nanti akankah kota Depok masih seperti ini sebagai kota toleran, karena selama ini Depok rukun ternasuk ukuwahnya,
Untuk itu Syahroni mengajak masyarakat, mari kita me nominasikan Depok sebagai kota yang paling sangat toleran, sesungguhnya kita tidak ada pernasalahan, hanya mungkin komunikasinya saja yang kurang, itulah yang harus kita pertahankan, seraya pungkasnya.
Dikesempatan tersebut,, H, Lutfianto dari FKUB. Kota Depok menambahkan, saya ipni orang yang sangat terkekang, dibawah, lurah dan camat, dulu gak seperti ini tetapi kenapa sekarang begitu sulit untuk mengurus tempat rumah ibadah. Padahal sesama anak negara punya hak secara konstitusi.
“Saya berharap disetiap acara tentang kebangsaan khusus terhadap kerukunan umat beragama yang diselenggarakan oleh komponen masyarakat sipil harus ada keterwakilan dari pihak pemerintah. jangan senyap, supaya usulan dari acara ini agar di respon.
Alasann itu juga disampaikan oleh penanya acara kerukunan umat beragama, tidak ada bagasa mayoriras maupun minoritas, karena agama itu urusan kepada Tuhan,. cetusnya.
Ia juga mempertanyakan soal kenapa harus ada Stigma intoleransi, indikatornya adalah Depok akan di jadikan kota religius, kalau kota religius apanya yang tidak religius. Menyinggung soal Partai penguasa di kota Depok yang mana ada bantuan sumbangan untuk keagamaan, bantuannya untuk lintas ke agamaan seperti apa, apakah kepada ke agama tertentu saja, ini perlu diperjelas agar tidak ada diskriminasi atau intoleransi terhadap kelompok agama di Kota Depok.
Sedangkan penanya kedua Cahyo menerangkan soal stigma Intolerabsi, ini bukan dis-komunisasi atau pun mis-komunikasi, melainkan bagaimana langkah untuk meng edukasi, apa yang harus kita berikan terhadap nasyarakat, sebab perlu di garis bawahi bahwa kata atau ucapan ” intoleransi” itu sangat bahaya terhadap kerukunan umat beragama, kalau diskriminasi itu bisa di atasi.Karena hal ini harus bisa diurai terhadap lintas agama.
Ia berharap acara ini dilaksanakan rutinitaso di depan umum agar masyarakat lebih ter edukasi,. Penelitian kami terhadap pembinaan kerukunan umat beragama yaitu terkait anggaran untuk kegiatan atau acara keagamaan mendapatkan anggaran dari pemerintah daerah, pintanya.
Dikarenakan pemerintah daerah tidak ter akses datanya, makanya kita bergerlya ke setiap daerah terutama kepada pihak FKUB di daerah.kita mengambil sempling tidak hanya menanyakan kepada kelompok muslim saja, kkit mengambil sempling dari 10 daerah kabupaten /kota sebagai perbandingan yang dan membuat nilai, dan menganbil nilai intoleransi dan daerah mana saja yang paling teratas yang toleransi miaupun yang. Intoleransi terhadap kerukunan umat beragama..
Selain itu, kita juga mencari kampung atau kawasan percontohan dan juga visi dan misi dari pemimpin di daerah, sebagai bahan ilmiah. Pemicu masalah ada eksklusif atau normalisasi dari kultur meski ada perbedaan antara minoitas dan mayoritas juga formalitas, kita hanya melihat prilaku dari 500 kab/kota yang ada dan ini menjadikan potret kami.
“saya sangat optimis bukan pesimis terhadap toleran terhadap kerukunan umat beragama, karena bangsa kita ber idiologi Pancasila”; pungkas . (Benger)