HUKUM

Debt Colletror Bisa Dipidanakan Atau Hukum Rimba Bila Menekan & Merampas Kendaraan

BOGOR, SJNews.com, – Masyarakat sudah muak dengan aksi perampasan oleh debt collector. Tak sedikit debitur dibuat resah lantaran sering kali kendaraannya dirampas di jalan.

Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah ultimatum, melarang penagih utang atau debt collector menggunakan kekerasan atau tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan masalah hukum dan sosial dalam proses penagihan utang kepada konsumen.

” OJK sudah melarang debt collector menggunakan cara ancaman, melakukan tindakan kekerasan yang bersifat mempermalukan, dan memberikan tekanan baik secara fisik maupun verbal”, kata Jonny Sirait Ketua DPD Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) kepada awak media di Cibinong, dikutip Rabu (30/11/2022).

Jika hal tersebut madih dilakukan maka debt collector dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Selain itu, untuk Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang menjalin kerja sama dengan debt collector tersebut, juga dapat dikenakan sanksi oleh OJK, tegasnya.

Dia menyebutkan, sanksi yang dapat dikenakan berupa sanksi administratif, antara lain peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

Jonny juga tidak menutupi bahwa kasus debt collector mengambil paksa barang debitur masih sering terjadi. Padahal berdasarkan aturan hal tersebut tidak dibenarkan oleh hukum.

“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan, dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikan dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda,” imbuhnya.

Seperti aturan yang sudah tertera bahwa debt collector tidak bisa seenaknya untuk mengambil barang ataupun kendaraan debitur ketika sedang menagih utang tersebut.

BACA JUGA :   Ajukan Gugatan ke Mahkamah Konstitusi, SIM, STNK, Nopol Berlaku Seumur Hidup

Empat Syarat

Lebih jauh Jonny menerangkan, masyarakat harus mengetahui empat syarat yang harus dipenuhi debt collector sebelum melaksanakan eksekusi kendaraan.

“Pertama, debt collector harus membawa surat somasi. Kemudian debt collector sebagai eksekutor harus membawa tanda pengenal dan dapat menunjukan Sertifikat Profesi Pembiayaan Indonesia (SPPI) yang merupakan bagian sertifikasi dari APPI. Hal ini pun sudah ditegaskan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno,” tutur Jonny.

Dengan syarat tersebut, debt collector harus sudah lulus memiliki surat izin menagih SPPI, setelah menjalani tes terlebih dahulu bagaimana memahami sopan santun, etika, eksekusi.

“Jadi dalam tes tersebut, tidak boleh ada kekerasan. Lalu untuk syarat ketiga, DC wajib membawa fotokopi sertifikat jaminan fidusia yang diperoleh dari perusahaan pembiayaan,” pungkas dia.

Pria berdarah batak itu menjelaskan, fidusia merupakan pengalihan hak kepemilikan sebuah benda, yang mana registrasi hal kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut.

“Dan syarat terakhirnya, debt collector harus membawa surat kuasa dari perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasanya. Jika hanya satu orang yang membawa surat kuasa, berarti hanya boleh satu orang saja yang melakukan eksekusi, tidak boleh lebih,” terang Jonny.

Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa 4 syarat yang wajib dibawa oleh debt collector untuk menarik kendaraan, yaitu surat somasi, sertifikat profesi dari lembaga resmi, surat kuasa dan fotokopi jaminan fidusia, tegas. (ni)

baca juga

Dugaan Pungli Di TPS Toko Bekas Kebakaran Pasar Tohaga Kabupaten Bogor

Yeni

Dalam UU ITE, Pemerintah Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan

Yeni

Perkara No, 259 Lahan Eks Depen RRI Cimanggis, Tergugat Vs Penggugat Siapa Yang Kuat

Yeni