EKONOMI & BISNIS

Cukai Rokok, Perusahan Legal Gulung Tikar, Yang Ilegal Raup Keuntungan

Suara Jabar News, Com (Jakarta) – Menteri Keuangan Purbaya yang menyebut tarif cukai rokok “mencekik pengusaha, Firaun lo” menyentak publik. Ucapan tersebut kembali menarik perhatian publik dan menjadi perdebatan, apakah kebijakan cukai rokok benar-benar efektif menekan konsumsi, atau justru melahirkan masalah baru yang lebih kompleks.

Secara resmi, pemerintah berdalih kenaikan cukai bertujuan melindungi kesehatan masyarakat sekaligus menambah penerimaan devisa negara. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan hal berbeda. Harga rokok memang naik, tetapi konsumsi tidak menurun signifikan. Sebaliknya, peredaran rokok ilegal justru kian marak beredar di pasaran.

Tarif tinggi bahkan memunculkan modus baru. Sejumlah pengusaha diduga menggandeng warga untuk mendirikan pabrik rokok kecil fiktif semata-mata demi menebus kuota pita cukai Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Skemanya berjalan rapi. Pelaku menciptakan entitas usaha rokok yang secara administratif tampak sah, meski tanpa produksi nyata. Entitas ini digunakan untuk mengajukan dan menerima kuota pita cukai SKT. Setelah pita cukai resmi terbit, dokumen itu tidak digunakan sesuai peruntukan, melainkan dijual kembali kepada produsen rokok mesin yang ingin melabeli produknya seolah-olah berstatus SKT.

BACA JUGA :   Sepanjang 2022 Transmart, Tutup 12 Gerainya

Pita cukai tersebut kemudian diperjualbelikan dengan harga tinggi, ditempelkan pada rokok mesin, dan beredar luas di pasaran. Dari ratusan unit usaha fiktif yang dikendalikan, keuntungan diperkirakan mencapai miliaran rupiah per bulan.

Praktik semacam ini jelas bukan hanya ulah pengusaha nakal. Ada indikasi keterlibatan jejaring lebih luas, termasuk dugaan peran oknum aparat. Akibatnya, kebijakan cukai yang seharusnya menekan konsumsi justru berubah menjadi ladang subur penyalahgunaan.
Kritik bahwa pengusaha legal merasa dicekik sementara pelaku ilegal panen keuntungan menjadi relevan. Kebijakan tanpa pengawasan dan penegakan hukum hanya akan menimbulkan distorsi.

Karena itu, tantangan terbesar pemerintah bukan sekadar keberanian menaikkan tarif setiap tahun, melainkan memastikan tata kelola cukai berjalan transparan dan akuntabel. Pengawasan di lapangan harus diperketat, dan aparat penegak hukum wajib menindak tanpa pandang bulu.

Jika tidak, cukai rokok hanya akan menjadi paradoks: instrumen yang dimaksudkan melindungi masyarakat justru merugikan negara dan memberi ruang luas bagi kejahatan terorganisasi dan sistematik.(**)

baca juga

Sampah Mie Instan Bisa Jadi Bahan Bakar Bernilai Cuan

Yeni

Libur Lebaran, PDAM Tirta Kahuripan, Kabupaten Bogor Tetap Layani 225.134 Pelanggan

Yeni

Dihari Pelanggan Nasional, Tirta Kahuripan Beri Diskon 50%

Yeni