Suara Jabar News, Com (Jakarta) – Program Makan Bergizi Gratis atau MBG yang semestinya menjadi solusi untuk mengatasi masalah gizi anak-anak, kini justru menimbulkan masalah baru. Kasus keracunan massal terus terjadi di berbagai daerah, merubah niat baik menjadi musibah.
Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) dipercaya penuh untuk mengelola program ini, mulai dari anggaran hingga makanan siap saji. Namun, panjangnya alur birokrasi ini diduga kuat menjadi celah bagi minimnya pengawasan kualitas.

Rangkaian kasus keracunan massal yang terus terjadi seolah menampar keras janji keselamatan bagi para penerima bantuan. siapa yang paling bertanggung jawab di masalah kasus ini
Menurut pengamat strategi kebijakan, Irham Haros, keracunan ini bukan kebetulan, melainkan akibat dari “human error” yang tidak bisa ditoleransi lagi, katanya di Jakarta, Selasa (24/9/2025)
Keracunan massal penerima MBG dipastikan akibat human error. Memasak menu dalam jumlah banyak untuk disajikan dalam waktu bersamaan dilakukan tanpa manajemen yang baik. Manajemen hanya diterapkan ketika pembayaran tagihan, bukan mengatur kapan makanan dimasak dan aman dikonsumsi.
Lebih lanjut, hasil penyelidikan menemukan makanan yang disajikan sudah tidak layak konsumsi, basi, dan bahkan mengalami perubahan unsur kimia karena faktor waktu.
Irham Haros menilai, BGN tidak menerapkan sistem pengawasan yang seharusnya memenuhi kelayakan.
Ahli gizi yang direkrut BGN hanya bekerja di belakang meja. Membuat daftar menu rekomendasi berikut angka-angka persentase gizi. Padahal, mereka pemegang kendali pengawasan kualitas makanan dari juru masak. Dan ketika terjadi kasus keracunan, seharusnya ahli gizi yang paling bertanggung jawab.
Ironisnya, Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, hanya memilih untuk meminta maaf setiap kali kasus keracunan massal terjadi. Irham Haros menilai, respons ini tidak cukup dan mengancam kepercayaan publik.
Jika urusan nyawa diselesaikan dengan permintaan maaf, maka seolah tidak ada jaminan keselamatan bagi siswa penerima MBG. Korban pelajar yang sembuh dari keracunan pasti punya trauma mendalam saat harus menerima MBG lagi. Itu juga persoalan lain yang belum diekspos apalagi disolusikan.
Berbagai pihak mendesak agar BGN menghentikan sementara program ini untuk evaluasi total. Irham Haros bahkan secara tegas menyebut bahwa jika BGN menolak menghentikan program, maka Dadan Hindayana sebagai Kepala BGN yang harus dicopot dari jabatannya. Kami akan terus memantau perkembangan kasus ini. Kembali ke studio, lanjutnya.
Kasus keracunan massal MBG ini menjadi cermin bahwa sebuah program, sekalipun diniatkan baik, tidak bisa berjalan tanpa pengawasan dan manajemen yang ketat. Akankah BGN mendengar desakan publik untuk segera mengevaluasi program ini, atau justru terus mengabaikannya. (Tim)